Pernahkah kita mencoba mengingat akan masa lalu
Sembilan bulan kita hidup dalam kandungan sang Ibu
Ibu selalu membawa kita kemanapun ia pergi
Tak pernah ia berfikir untuk menanggalkan kita walau sejenak
Lalu kita pun lahir dengan tangis pertama kita menyapa dunia ini
Ibu pun selalu ikhlas merawat kita dengan penuh kasih sayang
Kadang kita telah begitu saja mengambil waktu istirahatnya dengan tangis kita di malam
hari mengganti popok kita yang basah, memberikan kita air susu ketika kita lapar
Dan kita hanya bisa menangis saja ketika itu
Kita selalu diayun, dipangku dan ditimang-timang
Lalu apa balasan kita waktu itu
Kita sering membuat basah baju Ibu dengan air kencing kita
Dan Ibu tak pernah sekalipun memarahi kita
Usia kitapun beranjak perlahan
Ingatkah ketika hari pertama kita masuk sekolah
Setiap pagi, Ibu selalu memandikan kita,.menyuapi kita. mengantar kita dan menunggui kita..
Ibu begitu sabar mengiringi hari kita di sekolah
Dan kita hanya bermain ketika itu
Lalu ketika kita beranjak remaja
Ibu pun tak henti untuk menghawatirkan kita
Ketika kita sering pulang terlambat dengan berbagai alasaan
Ibu hanya menatap dengan penuh cemas
Padahal mungkin kita hanya bersenang-senang di luar sana
Ingatkah kita pada saat hari raya idul fitri
Sering Ibu membelikan kita baju, sepatu, celana baru
Dengan harapan kita akan merasa senang……
ngatkah pula apa kata kita ketika itu
“Ah….bajunya udah kuno gak mau ah” bunda ‘nggak tau selera anak muda…
dan Ibu hanya tersenyum saja
Saat kita mengenal cinta akan sesama
Sering kita membohongi Ibu hanya untuk bercinta semata
Dan Ibupun tak pernah lepaskan kasih sayangnya untuk kita
Ketika Ibu bilang ”Nak mestinya kamu sekolah dulu yang benar, jangan dulu berpacaran
Lantas kita hanya menjawab ”bu, saya udah gede, saya tau apa yang baik buat saya, ibu jangan terlalu mengatur saya dong...!!
Ibu hanya tersenyum dan menatap kita dengan penuh kasih sayang
Apakah kita ingat saat kita memasuki bangku kuliah
Ibu dengan penuh semangat memberikan biaya kuliah kita yang setinggi langit
Lalu mungkin kita juga hanya bersenang-senang saja dengan dunia yang sedikit beranjak dewasa
Ketika kita butuh uang utk menuntaskan hasrat cinta muda kita
Sekali lagi kita sering membohongi Ibu
dengan mengatakan ”bu saya butuh uang untuk biaya praktikum kira-kira sekian juta..
Lalu bunda bilang ”nak apa tidak bisa di cicil
Kita dengan segera menjawab ”gak bisa bu harus sekali bayar
Kita tak pernah tahu apa yang ada di benak Ibu ketika itu
Jika saja Ibu tahu bahwa itu hanyalah alasan kita semata karena mungkin saja yang sebenarnya adalah kita butuh uang untuk mentraktir atau menyenangkan pacar tersayang saja…
Dan ternyata Ibu selalu saja menyayangi dan berusaha mempercayai kita.
Pada saat kita lulus kuliah
Kita mungkin bisa melihat betapa bangganya Ibu mendapati anaknya sudah menjadi seorang sarjana menangis penuh haru dan bahagia
Lalu tak lama setelah itu, tiba-taba
Ibu sekarang saya sudah dewasa saya ingin menikahi si fulan
karena saya mencintai dia boleh kan bu…
Mungkin Ibu akan bilang : Nak mustinya kamu mencari kerja dulu, lalu setelah sedikit mapan mungkin kamu bisa menikah”
Lalu apa jawab kita : Bu..! kalo ibu percaya, .saya sanggup untuk memberikan makan dia tanpa ibu kasih, saya harap ibu tidak melarang niat saya untuk menikah sekarang, saya sudah dewasa bu, bukan anak kecil yang segalanya harus ibu perhatikan..!!
Dan demi kasih sayangnya terhadap kita, maka Ibupun sekali lagi meluluskan keinginan kita, sekaligus memberikan kita sedikit bekal untuk mengarungi biduk rumah tangga kita nanti.
Tak berapa lama setelah itu, kitapun merasa sanggup untuk hidup terpisah dari beliau. maka sekali lagi kita merajuk pada Ibu
Pada saat Ibu sudah memasuki hari tuanya, kita pun meninggalkan dia dalam hari-hari senjanya.
Dan Ibu tak pernah meminta kita untuk menemaninya karena Ibu pikir anaknya sudah mempunyai kehidupan sendiri.
Bertahun-tahun kita meninggalkan Ibu dan mungkin hanya setahun sekali saja kita menengok dia, itupun pada saat Hari Raya saja.
Lalu, ketika Ibu sakit di hari tuanya,
Mungkin Ibu mengharapkan kasih sayang anaknya bisa sedikit menghibur dia.
Tapi, sering kita mengabaikan harapan Ibu
Kita mungkin merasa direpotkan hanya dengan mengurusi seorang wanita tua yang sudah tak berdaya itu. maka dengan tanpa ragu lagi kita antarkan Ibu pada sebuah panti jompo, kita tinggalkan Ibu dengan segala harapannya terhadap kita.
Lalu pada saat Allah hendak menjemput dia, kita mungkin sedang tenggelam dalam kehidupan yang sudah menyita sebagian hati nurani kita.
Hingga satu hari terdengar bunyi dering telepon yang memberikan kabar bahwa Ibu telah tiada.
Dan aku tak berani bilang bahwa mungkin saja hati kita sudah bebal dan telinga kita sudah tuli akan kenyataan ini.
Ada sesal mungkin di sana. sesal yang tak akan terbalas dengan sejuta tetesan air mata kita.
Dan kitapun hanya meratapi kepergian Ibu, ya Ibu yang sudah mencetak kita dengan segenap kasih sayang Ibu yang tak terperi ketulusannya,
sesal yang tiada guna ketika kita tahu Ibu pergi bersama setitik harapan Ibu bahwa dia ingin anaknya ada ketika hembusan nafasnya yang terakhir memutuskan kehidupannya.
Dan kita hanya terpekur menatap bekunya batu nisan bertahtakan nama Ibu. Itupun jika masih ada secuil nurani kita yang masih berwarna putih.
Kutuliskan ini, untuk mengenang bahwa Ibu adalah pembawa syurga buat anaknya, mungkin ini tak semua benar, tapi tak mustahil ini terjadi dan ada di dunia ini.
bu. aku menyayangi Ibu seperti aku menyayangi syurgaNYA.
Maafkan anakmu ya Ibu.
Sembilan bulan kita hidup dalam kandungan sang Ibu
Ibu selalu membawa kita kemanapun ia pergi
Tak pernah ia berfikir untuk menanggalkan kita walau sejenak
Lalu kita pun lahir dengan tangis pertama kita menyapa dunia ini
Ibu pun selalu ikhlas merawat kita dengan penuh kasih sayang
Kadang kita telah begitu saja mengambil waktu istirahatnya dengan tangis kita di malam
hari mengganti popok kita yang basah, memberikan kita air susu ketika kita lapar
Dan kita hanya bisa menangis saja ketika itu
Kita selalu diayun, dipangku dan ditimang-timang
Lalu apa balasan kita waktu itu
Kita sering membuat basah baju Ibu dengan air kencing kita
Dan Ibu tak pernah sekalipun memarahi kita
Usia kitapun beranjak perlahan
Ingatkah ketika hari pertama kita masuk sekolah
Setiap pagi, Ibu selalu memandikan kita,.menyuapi kita. mengantar kita dan menunggui kita..
Ibu begitu sabar mengiringi hari kita di sekolah
Dan kita hanya bermain ketika itu
Lalu ketika kita beranjak remaja
Ibu pun tak henti untuk menghawatirkan kita
Ketika kita sering pulang terlambat dengan berbagai alasaan
Ibu hanya menatap dengan penuh cemas
Padahal mungkin kita hanya bersenang-senang di luar sana
Ingatkah kita pada saat hari raya idul fitri
Sering Ibu membelikan kita baju, sepatu, celana baru
Dengan harapan kita akan merasa senang……
ngatkah pula apa kata kita ketika itu
“Ah….bajunya udah kuno gak mau ah” bunda ‘nggak tau selera anak muda…
dan Ibu hanya tersenyum saja
Saat kita mengenal cinta akan sesama
Sering kita membohongi Ibu hanya untuk bercinta semata
Dan Ibupun tak pernah lepaskan kasih sayangnya untuk kita
Ketika Ibu bilang ”Nak mestinya kamu sekolah dulu yang benar, jangan dulu berpacaran
Lantas kita hanya menjawab ”bu, saya udah gede, saya tau apa yang baik buat saya, ibu jangan terlalu mengatur saya dong...!!
Ibu hanya tersenyum dan menatap kita dengan penuh kasih sayang
Apakah kita ingat saat kita memasuki bangku kuliah
Ibu dengan penuh semangat memberikan biaya kuliah kita yang setinggi langit
Lalu mungkin kita juga hanya bersenang-senang saja dengan dunia yang sedikit beranjak dewasa
Ketika kita butuh uang utk menuntaskan hasrat cinta muda kita
Sekali lagi kita sering membohongi Ibu
dengan mengatakan ”bu saya butuh uang untuk biaya praktikum kira-kira sekian juta..
Lalu bunda bilang ”nak apa tidak bisa di cicil
Kita dengan segera menjawab ”gak bisa bu harus sekali bayar
Kita tak pernah tahu apa yang ada di benak Ibu ketika itu
Jika saja Ibu tahu bahwa itu hanyalah alasan kita semata karena mungkin saja yang sebenarnya adalah kita butuh uang untuk mentraktir atau menyenangkan pacar tersayang saja…
Dan ternyata Ibu selalu saja menyayangi dan berusaha mempercayai kita.
Pada saat kita lulus kuliah
Kita mungkin bisa melihat betapa bangganya Ibu mendapati anaknya sudah menjadi seorang sarjana menangis penuh haru dan bahagia
Lalu tak lama setelah itu, tiba-taba
Ibu sekarang saya sudah dewasa saya ingin menikahi si fulan
karena saya mencintai dia boleh kan bu…
Mungkin Ibu akan bilang : Nak mustinya kamu mencari kerja dulu, lalu setelah sedikit mapan mungkin kamu bisa menikah”
Lalu apa jawab kita : Bu..! kalo ibu percaya, .saya sanggup untuk memberikan makan dia tanpa ibu kasih, saya harap ibu tidak melarang niat saya untuk menikah sekarang, saya sudah dewasa bu, bukan anak kecil yang segalanya harus ibu perhatikan..!!
Dan demi kasih sayangnya terhadap kita, maka Ibupun sekali lagi meluluskan keinginan kita, sekaligus memberikan kita sedikit bekal untuk mengarungi biduk rumah tangga kita nanti.
Tak berapa lama setelah itu, kitapun merasa sanggup untuk hidup terpisah dari beliau. maka sekali lagi kita merajuk pada Ibu
Pada saat Ibu sudah memasuki hari tuanya, kita pun meninggalkan dia dalam hari-hari senjanya.
Dan Ibu tak pernah meminta kita untuk menemaninya karena Ibu pikir anaknya sudah mempunyai kehidupan sendiri.
Bertahun-tahun kita meninggalkan Ibu dan mungkin hanya setahun sekali saja kita menengok dia, itupun pada saat Hari Raya saja.
Lalu, ketika Ibu sakit di hari tuanya,
Mungkin Ibu mengharapkan kasih sayang anaknya bisa sedikit menghibur dia.
Tapi, sering kita mengabaikan harapan Ibu
Kita mungkin merasa direpotkan hanya dengan mengurusi seorang wanita tua yang sudah tak berdaya itu. maka dengan tanpa ragu lagi kita antarkan Ibu pada sebuah panti jompo, kita tinggalkan Ibu dengan segala harapannya terhadap kita.
Lalu pada saat Allah hendak menjemput dia, kita mungkin sedang tenggelam dalam kehidupan yang sudah menyita sebagian hati nurani kita.
Hingga satu hari terdengar bunyi dering telepon yang memberikan kabar bahwa Ibu telah tiada.
Dan aku tak berani bilang bahwa mungkin saja hati kita sudah bebal dan telinga kita sudah tuli akan kenyataan ini.
Ada sesal mungkin di sana. sesal yang tak akan terbalas dengan sejuta tetesan air mata kita.
Dan kitapun hanya meratapi kepergian Ibu, ya Ibu yang sudah mencetak kita dengan segenap kasih sayang Ibu yang tak terperi ketulusannya,
sesal yang tiada guna ketika kita tahu Ibu pergi bersama setitik harapan Ibu bahwa dia ingin anaknya ada ketika hembusan nafasnya yang terakhir memutuskan kehidupannya.
Dan kita hanya terpekur menatap bekunya batu nisan bertahtakan nama Ibu. Itupun jika masih ada secuil nurani kita yang masih berwarna putih.
Kutuliskan ini, untuk mengenang bahwa Ibu adalah pembawa syurga buat anaknya, mungkin ini tak semua benar, tapi tak mustahil ini terjadi dan ada di dunia ini.
bu. aku menyayangi Ibu seperti aku menyayangi syurgaNYA.
Maafkan anakmu ya Ibu.
sebuah perenungan yang sangat bagus....
BalasHapusterima kasih...